Senin, 22 Agustus 2011

Riset, Jurnalisme, dan Kampung


Sebuah Tronton bertuliskan “TNI Angkatan Darat” memasuki wilayah desa Cisalak, Sukabumi. Pada suatu pagi yang hampir beranjak siang. Suasana desa terlihat sibuk. Para petani menanam padi. Sementara anak-anak terlihat berjajar di lapangan sekolah. Ojek-ojek berbaris menunggu giliran penumpang. Dan Warung kopi terlihat masih sepi. Ibu-ibu sibuk menjejali pasar yang tumpah sampai ke bibir jalan. Inilah suasana awal yang kami lihat ketika kali pertama bertandang dalam acara Bakti Sosial Pendidikan, tahun 2009 lalu.

Dalam tempo 5 hari dari situ, kegiatan berjalan sesuai rencana yang kami rumuskan di Kampus. Ada lomba, pembagian sembako, bermain bola, sampai nonton bareng dengan warga masyarakat. Ada yang spesial dari Baksospend kami, yaitu melakukan riset kecil di wilayah desa tersebut. Untuk melihat potensi masyarakat sekitar dengan keadaan apa adanya. memang agak bingung, dalam waktu yang relatif sempit. Kami mencoba melakukan itu, tanpa persiapan analisis sosial sebelumnya.

Alhasil banyak yang kita dapat, mulai dari relasi perusahan dan buruh desa yang belum juga berbuah kelayakan upah, sampai ke potensi tani dengan hasil kebun melimpah, ada juga yang menemukan sektor konservasi batu bata yang banyak diminati masyarakat industri kecil disana. Infrastruktur yang kurang memadai berjalannya sektor ekonomi desa. Dan masih banyak lagi yang lain. Itu semua hasil dari pengamatan risel lapangan yang dilakukan kami.

Sampailah kita di suatu malam ketiga dari 5 hari itu. Suasana malam itu dingin, sampai menusuk tulang, dan hidung hampir tertutup sesak karena menghisap embun. Masih saja sekelompok kita berbincang soal hasil penelitian, Baksos Pendidikan.

“Baik, kesepakatan kita bagamana soal tulisan ?” tanya Udin
“Bagaimana kalau dikumpul seminggu setelah tiba di jakarta” Astri menjawab dengan mata sayu.

Sementara peserta lain yang rapat terlihat kurang antusias karena lelah seharian menghabiskan waktu dengan lomba bersama Siswa SDN Cisalak 01 Pagi.

Tiba-tiba dari pojok lingkaran rapat. Terdengar pekik teriakan yang cukup menggelegar. Memecah kesunyian malam yang syahdu.

“Setuju……!!!!!”

Peserta rapat lain dengan mata yang tiba-tiba melek, tertuju pada sosok lelaki kental, berbadan gemuk. Sebut saja Babeh, yang pada saat itu mencoba membangunkan peserta rapat yang tertidur, katanya.

Semua tertawa. “Hahahahaha….”

*****

 
Seminggu sudah. Selepas Baksospend kami tiba di Jakarta. Dalam kumpul writing day sore itu, hanya dihadiri pengurus yang tidak lebih dari hitungan 1 tangan 5 jari. Sedikit memang, tapi kami tidak pernah menghiraukan itu. karena prinsip kami bahwa kualitas tidak diukur dati berapa jumlahnya, tapi pembahasan dan partisipasi di dalamnya. Toh, bangsa ini juga hanya dirumuskan oleh founding fathers yang tidak lebih dari jumlah peserta kegiatan sore itu.

“Mana yang lain ?” saya bertanya
“Ga tau kak, pada kecapean kali, habis baksos” Jawab Dini, salah seorang staff divisi penulissan.
“Kecapean kok sampe seminggu” cetus saya.
“Itu sih namanya malas datang aja” Tengku ikut menimpali, lelaki muda yang baru saja menghabiskan waktu 4 bulan di kalimantan untuk bakti pendidikan.

Apapun alasannya, saya kira kita telah keluar dari komitmen jika caranya seperti ini. Kecuali memang terlalu uzur. Akhirnya, kegiatan sore itu pun berjalan apa adanya. Sementara tema umumnya adalah membahas tindak lanjut tulisan hasil penelitian Baksospen di Sukabumi.

“Bagaimana tulisan ? tanya saya
“wah, zah.. Ga tau deh anak-anak” babeh bernada pesimis

Saya pun sudah terlanjur paham, penyakit anak LKM itu kan sering lupa karena sibuk sana-sini, agendanya banyak. Di LKM saja proker menumpuk, ini belum kelar, yang itu sudah mau jatuh tempo. Alhasil, semua tidak maksimal. Dan parahnya, kita jarang sekali punya waktu untuk belajar, membaca buku, dan menulis.

Selain itu anak LKM juga sering ngaret, janji datang jam 10 pagi, mulai rapat jam 1 siang. “ampun deh….”

Satu penyakitnya, malas datang kalau tidak di sms. Kalau anda tidak percaya. datanglah sekitar jam 10 pagi. Senyap. Atau fenomena sehabis UAS. Anak-anak pasti sibur tidur di rumah, “lho”. Tidur kok sibuk ya ?? Alasannya ketika UAS masih rasional, belajar. Tapi cobalah anda pikir. Apa rasional tidak datang ke LKM dengan alasan “sedang libur kak”, yang jelas saya hanya bisa mengelus dada dalam-dalam.

Kembali ke topik tulisan riset, sore itu saya memaklumi pengumpulan tulisan mungkin saja telat. Ada yang belum koordinasi. Ada yang datanya hilang. Ada yang tinggal nulis saja. Saya pun menunggunya. Sampai hitungan hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan. Tulisan tidak juga terkumpul. Obrolan teman-teman di LKM pun sudah keluar dari tema riset baksos. dan berlanjut ke acara lain.

Dari situ saya mengubur dalam-dalam kesepakan awal yang dirumuskan bersama. Karena sudah basi berbicara itu. Dan himbauan saya sudah tidak lagi didengar. habislah lembaran cerita. Tinggal kita ambil pelajaran.

******

Sepenggal kisah diatas, sengaja saya kutip. Agar nasib riset nanti tidak demikian. oleh karenanya saya akan memberi sedikit pengantar ke arah format riset di Sukabumi nanti. Akan saya awali dengan sebuah analogi dasar yang membawa anda untuk berpikir menggunakan imajinasi, mari kita mulai kawan.

Bayangkan seolah-olah anda ada disana saat ini. Tempat LKM mengadakan Baksospend di kampung tugu, cibadak-sukabumi. Anda ditugaskan melakukan riset. mengumbulkan fakta dan data. Mengamati latar tempat, detil sekali, untuk keperluan narasi yang seksi. Kemudian merumuskan masalah. dan mewawancarai warga desa. Merekamnya. Kemudian mencatatnya. Tidak lupa mendokumentasikan foto. Agar emosi ketika menulis nanti tetap aman.

Kemudian itu semua anda olah, sampai ketemu rumusan masalahnya. Dalam bahasa Ansos, masalah sepadan dengan konversi, yaitu perubahan. Bila tidak ada masalah krusial, cobalah lirik apa yang menarik dari hasil riset anda, keunikan. Misalkan dalam alatar pertanian, ada petani menanam dengan cara yang khas, atau dalam alatar agama masyarakat melakukan ritual yang tidak biasa. itulah titik poin pengamatan, dan seterusnya anda bekerja dalam selimut “keunikan” dan masalah. Fokuskan.

Setelah itu, lakukanlah sebuah alur plot yang bertutur. kenapa harus begitu ? karena otak kita bekerja sistematis. Ibarat kata “omne vivum ex vivo” dalam bahasa pembaca adalah kita memahami sesuatu bagian tulisan karena ada penjelasan sebelumnya. Maka dari itu kita haru melurai seruntun dengan gaya bertutur. Seperti anda sedang mengurai sebuah cerita. Titik poin disini adalah inti ceritanya nanti bagaimana. cara menyusunnya seperti menguruskan satu demi satu fakta-data anda. “habis begini-begitu-terus akhirnya akan seperti ini…”, begitulah kira-kira jika saya ibaratkan.

Setelah anda melakukan olah data menjadi plot, berarti anda sudah menempatkan serpihan fakta-data tadi ke tempat yang seharusnya. Cobalah mulai berimajinasi dengan kata-kata yang akan anda tulis nanti. Misalkan memikirkan tentang rumusan aforisma pendamping fakta. dan seterusnya.

Setelah berimajinasi dengan kata, cobalah untuk menuliskannya. secepat mungkin.  Sebagus mungkin. hal penting adalah memasukkan jiwa dan emosional anda. Ingat ! menulis harus lepas dari beban tuntutan ini; tulisan harus bagus, tulisan harus panjang, tulisan harus cepat saji. Karena anda akan bekerja dalam tekanan. Menulis saja dengan jiwa yang lepas. Tapi berpikirlah tentang substansi tulisan anda. Maka tuntunan yang tadi menghantui anda akan nurut, dan bukan menjadi ancaman.

Hal penting, setelah saya melihat rundown acara Baksospend. waktu menulis paling rasional HANYA 3 JAM SAJA. Kecuali anda merelakan waktu tidur malam itu.

*****

Sekarang izinkan saya berbicara agak teoritis tentang tulisan. Sebelumnya saya ingin anda tahu. Bahwa nanti tulisan yang kahirnya dibuat untuk format riset adalah feature atau gaya tulisan bertutur. Selama saya mendalami gaya tulisa itu, ada dua jenis yang sekiranya dapat saya jelaskan. Pertama jenis feature panjang dengan liputan mendalam kira-kira ukurannya dari 30.000-70.000 karakter. Kedua jenis feature pendek sampai ukuran menengah kira-kira ukuran 7000 sampai 20.000 karakter.

Selain soal ukuran karakternya, cara liputannya juga sangat berbeda. kalau yang panjang memakai metode investigative reporting waktunya bertahun-tahun, kalau yang pendek hanya menggunakan metode liputan biasa waktunya relatif bisa hitungan hari-minggu-sampai bulan. Tetapi tetap berupaya menyeruak unsur menggali informasi dibalik kasat fakta. Kemudian menyajikannya dengan gaya bertutur kepada pembaca. Disitulah kenapa membaca feature lebih dapat diterima oleh banyak orang ketimbang laporan ilmiah dengan abstraksi, bisa-bisa melihat judulnya saja kita sudah kabur duluan.

Sekarang sudah satnya saya berbicara tentang jurnalisme ilmiah, yaitu suatu istilah yang saya kampanyekan semenja setahun lalu untuk LKM. Mengandui konsep hasil konvergensi antara dunia ilmiah dengan jurnalistik. Riset yang kalian lakukan nanti, di Sukabumi adalah salah satu jenisnya. Dalamnya riset, tulisannya jurnalisme, dan metodenya penggabungan antara ilmu liputan jurnalisme dengan konsepsi ilmiah. akhirnya adalah sebuah feature, sekali lagi feature.

Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan ketika menulis sebuah feature. menurut Robert vare seorang lelaki paruh baya yang rambutnya memutih. Dia adalah seorang jurnalis The New Yorker dan The Rolling Stones. Setidaknya feature yang bagus harus mengandung hal berikut:

Pertama, fakta. Anda harus ingat, kejujuran adalah segala-galanya. Dan oleh karena itu fakta dikatakan kemurnian dari sebuah informasi. Sesuatu yang belum terkontaminasi oleh apapun, termasuk asumsi anda sendiri. dari fakta inilah anda berangkat menyusun satu demi satu mutiara di dalamnya objek reportase. Dia bukan pendapat anda, juga bukan kata-kata puitis berbentuk aforisma. Tapi fakta, adalah fakta, adalah fakta, adalah kebenaran, yang nyata.

Kedua, Konflik. Suatu tulisan panjang lebih mudah dipertahankan daya pikatnya dengan konflik. Bila nanti anda menulis feature, sebaiknya pikir bagaimana memunculkan sengketa dalam tulisa itu ? konflik berarti masalah. Karena itu orang kemudian tertarik. Dan terus membaca tulisan anda. saya beri contoh, misalkan ada di kampus itu seorang pemuda yang menantang adat, mistis, dan sistem masyarakat. Pasti ada episode dalam hidupnya yang menegangkan. Maka sajikanlah.

Ketiga, Karakter. feature adalah sebuah narasi, dan oleh karena itu ia butuh karakter. karakter membantu pembaca mengingat cerita. ada karakter utama. Ada karakter pembantu. karakter utama seyogyanya terlibat dalam bagian besar cerita itu. Karakter pembantu adalh pendamping aktor utamanya, misal orang-orang yang ikut menginspirasi, membantu, sampai mendampingi. Semua dikemas dengan sajian yang tidak linier. Sisispi dengan kagetan.

Keempat, Akses. Anda seharusnya punya akses kepada para karakter. Akses bisa berupa wawancara, dokumen, korespondensi, foto, buku harian, gambar, kawan, musuh, dan sebagainya. Dari situlah anda kemudian mendapatkan sekupas demi sekupas fakta. Maka cobalah untuk mencari itu.

Kelima, Emosi. Ia bisa rasa cinta. Bisa penghianatan. Bisa kebencian. Kesetiaan. kekaguman. Sikap menjilat dan sebagainya. Emosi menjadikan cerita anda menjadi hidup. Seperti merasakan. Emosi juga bisa bolak-balik. mulanya benci, kemudian cinta. mungkin juga ada pergulatan batin. mungkin ada perdebatan pemikiran.

Keenam, Unsur kebaruan. tak ada gunanya mengulang-ulang lagu lama, basi. Mungkin lebih mudah mengungkapkan kebaruan dari unsur substansi dan bahasa. Substansi erat dengan angle, artinya beda dari penulis lainnya. Sementara bahasa berarti anda bermain pada diksi. Cobalah kemas perbendaharaan kata yang tidak lazim, agak sastrawi boleh, atau bahasa lisan, tetapi ingat kalau anda memaktubkan bahasa lisan tidak boleh berlebihan. ingat ini dunia literasi, sekalipun feature ia tetap tulisan.


0 komentar:

Posting Komentar