Rabu, 26 Desember 2012

Sehari dalam Komunitas Bambu

"There is no end to education. It is not that you read a book, pass an examination, and finish with education. The whole of life, from the moment you are born to the moment you die, is a process of learning" Jiddu Krishnamurti



Tidak ada yang lebih membahagiakan bagi Saya selain menghabiskan waktu dengan belajar. Dalam konteks praksis, belajar adalah keluar dari kenyamanan, membawa diri untuk melihat hal yang belum pernah kita lihat, mengetahui apa yang belum pernah kita ketahui, mencari apa yang belum kita miliki, dan memadukan apa yang terpisah. Semua kita lakukan dalam rangka memaknai jalan hidup.

Pernah suatu ketika Saya membayangkan, suatu masa depan dimana kehidupan terlepas dari ketergantungan yang kita miliki saat ini, entah keluarga yang setiap kali kita andalkan jika ada kesulitan, teman yang selalu kita minta bantuannya, atau kekasih yang selalu kita ajak berbagi dalam suka maupun duka. Cepat atau lambat kita akan menghadapi siklus-siklus krisis. Lalu apa yang kita bisa perbuat selain memperkuat diri sendiri?

Kita tidak bisa berharap banyak dari apa yang ada di luar diri kita. Pada saat itulah Saya berpikir bahwa ada hal-hal yang perlu diantisipasi untuk menghadapi situasi krisis. Salah satu yang paling mungkin adalah bagaimana membekali diri menjadi orang yang mandiri. Kemandirian selalu identik dengan kemapanan. Lalu bagaimana mencapai suatu kemapanan?

Saya memaknai kehidupan itu seluas mungkin. Dari situ kemudian hal-hal lain yang berkait di dalamnya kita persiapkan. Hal yang paling tidak mungkin adalah bagaimana sesuatu hal kita inginkan tiba-tiba ada tanpa adanya proses. Apa esensinya? Kenapa harus ada proses? jawabannya hanya satu, kita diperintahkan untuk BELAJAR. 



Dalam rangka belajar, memperdalam ilmu, dan memperluas jaringan, Saya bersama adik-adik dari Lembaga Kajian Mahasiswa UNJ bercengkrama dengan Bang JJ Rizal, seorang sejarawan muda yang dimiliki Indonesia.  Beliau juga pendiri Komunitas Bambu, lembaga riset di bidang humaniora dan penerbitan buku.

Pagi itu di Sekretariat Komunitas Bambu, Jl. Pala No. 4B Beji Timur Depok kami tiba kira-kira pukul 10.30 WIB. Dengan sambutan hangat dari beliau, kami langsung berkenalan dan dipersilahkan masuk. Tanpa basa-basi, obrolan ringan mulai mengisi pertumuan pagi itu. karena beliau adalah seorang sejarawan, banyak menggeluti sejarah Jakarta, maka obrolan ringan itu langsung mengerucut pada konteks sejarah dan kebudayaan jakarta.

Kritik-kritik terhadap pembangunan Jakarta beliau sampaikan pada Gubernur baru, Jokowi. "Kebijakan Anda itu tidak tepat sasaran!" begitu ia menegur Jokowi. Kebijakan seperti kartu pintar dan kartu sehat tidak lebih dari kebijakan populis dan tidak relevan dengan kebutuhan masalah jakarta saat ini. 

Beliau mengumpamakan "Menjadi Gubernur ibu kota itu harus memposisikan diri dengan Jakarta sebagai istri sendiri" ketusnya. 

Mengapa demikian?  "Ya kalau istri sendiri kan pasti tau siklusnya, kapan dia datang bulan, biasanya lebih sensitif". 

"Kalau jadi gubernur ya harus tau kapan waktunya Jakarta itu curah hujannya tinggi, apa yang dibutuhkan untuk menangani banjir" ungkapnya.

Banjir yang ada di Jakarta adalah korban dari pembangunan yang tidak terarah dan sesuai dengan rencana pembangunan kota Jakarta sejak zaman belanda. Sejak dulu, wilayah Jakarta Selatan adalah daerah yang tidak boleh dibangun jadi perumahan, karena harusnya menjadi daerah aliran air bila terjadi kelebihan dari Jakarta. Wilayah Pluit dipersiapkan untuk hutan bakau, sekarang malah dibangun Perumahan. jadi jangan salahkan banjir kalau sudah begini.



Sebagai orang yang menggeluti dunia kajian dan riset humaniora. Bang JJ Rizal membangun Komunitas Bambu dengan 12 karyawan yang berfungsi sebagai officer management. Sedangkan yang bergerak di bidang risetnya hanya beliau seorang, "Saya menganggap diri saya sendiri sebagai seorang lembaga riset"

Beliau juga memberikan kita sebuah pengalaman yang menarik tentang susah-payah membangun Komunitas Bambu selama belasan tahun, namun baru 5-6 tahun ini saja Komunitas Bambu mulai gencar menerbitkan buku yang saat ini percapai 200-an. Upaya ini tidak lain berangkat dari filosofi ingin mengenalkan generasi penerus tentang sejarah bangsa, agar kita semua mengenali seperti apa negara kita.

Tentang kehidupan, beliau berbagi tips "Kalau kalian bekerja dan tidak sedikitpun merasakan capek, berarti jalan hidup kalian sudah benar, seperti saya ini.."

Memang benar adanya, bahwa dalam hidup ada sesuatu yang perlu dikejar, sesuatu yang kita perjuangkan, sesuatu yang kita anggap sebagai jalan hidup atau passion. Begitulah jalannya sehingga kita bisa menikmati waktu yang terus berjalan seolah tidak pernah ada bosannya.
continue reading Sehari dalam Komunitas Bambu

Sabtu, 18 Agustus 2012

Perahu Kertas, The Movie of Friendship, Love, and Passion


“Hai Neptunus, apa kabar di laut biru? Perahu kertas yang kali ini akan membawakanmu kisah tentang perjalanan hatiku…”



Sudah banyak film yang diangkat dari kisah novel, namun tidak semua film membuat kepuasan hati pembaca novel terbalas. Banyak pembaca setia yang mengharapkan film dari novel kesayangannya akan sebagus imajinasi mereka, tapi tidak semua sutradara bisa menjawab penasaran itu. Namun tidak untuk Perahu Kertas dalam imajinasi saya yang cukup puas dengan penyajian sinematografi serta artistiknya.

Film Perahu Kertas diadaptasi dari novel Dewi ‘Dee’ Lestari yang tayang serentak di bioskop pada 16 Agustus.Novel yang terdiri dari 434 halaman tentu saja cukup panjang jika harus dipaksakan menjadi satu cerita film yang rata-rata durasinya 120 menitan. Ketika megetahui bahwa film Perahu Kertas disutradari oleh Hanung Bramantyo, ditambah Dee sebagai penulis skenario, saya yakin bahwa Perahu Kertas dalam medium film akan tetap ‘nikmat, mengalir, dan bermakna’ seperti novelnya. 

Saya rasa tidak salah untuk menontonnya sekedar mengambil jeda diselang Ramadhan yang akan menjelang epilognya. Justru film ini menjadi semakin bermakna, karena saya bisa merasakan nuansa yang benar-benar syahdu. Namun bukan karena suasana film ini bisa menarik, namun karena kualitas pesan yang baik.  

Adegan pembuka cukup memanjakan mata penonton dengan keindahan bawah laut dan deburan ombak. Sesuai dengan novelnya, dikisahkan seorang gadis bernama Kugy (Maudy Ayunda) yang akan menempuh kehidupan barunya sebagai mahasiswa di kota Bandung. Proses kepindahan Kugy dibantu oleh sahabatnya sejak kecil bernama Noni (Syvia Fully). Kugy yang memiliki hobi menulis dongeng memilih kuliah di jurusan Sastra. Oleh Noni dan pacarnya bernama Eko (Fauzan Smith), Kugy dinilai sebagai anak aneh yang memiliki hobi aneh pula, yaitu melipat perahu kertas dengan imajinasinya dan gaya Kugy yang selalu meletakkan jari telunjuk diatas kepala.

Kugy kemudian bertemu dengan sepupu Eko yang bernama Keenan (Adipati Dolken) yang berasal dari belanda dan kuliah di jurusan ekonomi. Salah satu dialog yang menurut saya menarik terjadi ketika Kugy bercerita mengenai rencana hidupnya setelah selesa kuliah di jurusan Sastra.



“Aku kuliah di Sastra. Kemudian lulus dan kerja sampai mapan. Setelah itu aku baru bisa jadi penulis dongeng”.

Tanggapan dari Keenan,”Oh kalau begitu kamu berputar dulu jadi orang lain, baru kamu kembali jadi diri kamu sendiri, begitu?”

Bagi Kugy, impian itu harus dikejar. Tapi ia juga realistis bahwa impiannya yang tak lazim bisa jadi akan membuat hidupnya menjadi sulit. Tapi setidaknya ia masih beruntung dizinkan kuliah di jurusan yang sesuai dengan minatnya. Keenan yang hobi melukis terpaksa masuk jurusan Ekonomi karena paksaan dari sang Ayah. Akhirnya Keenan lari dari rumah dan mengatakan kepada Kuggy di dalam masalah yang dihadapinya bahwa "Menyerah dengan realistis itu bedanya tipis"

Pembaca novel Perahu Kertas tentu tahu bahwa kisah yang dihadirkan Dee berlapis tapi saling terkait. Awalnya saya tidak yakin kisah itu dapat disampaikan dengan cair dalam film. Tapi nyatanya, Hanung berhasil menyampaikan kisah yang berlapis itu dengan apik. Terhalangnya perasaan cinta Kugy dan Keenan karena situasi akhirnya membuat mereka saling menjauh satu sama lain. Kugy mulai menjauh ketika ada sosok wanita bernama Wanda (Kymberly Ryder) yang menyukai Keenan. Keenan pun mengalami konflik dengan ayahnya akibat pilihannya untuk berhenti kuliah dan menekuni dunia melukis.

Dalam rasa kehilangan, Kugy dan Keenan mulai menemukan sosok yang mencintai mereka. Remi (Reza Rahadian) untuk Kugy dan Luhde (Elyzia Mulachela) untuk Keenan. Ketika Kugy dan Keenan mulai mencintai pasangan mereka dalam ‘pelarian’, mereka justru harus dipertemukan oleh takdir.

Perahu Kertas adalah cerita cinta dalam arti yang luas. Kisah cinta antar pasangan manusia yang juga sahabat, dibalut konflik untuk mencintai impian mereka. Berusaha untuk menjadi diri sendiri, mengikuti kata hati, mengejar passion, tanpa harus berubah jadi orang lain untuk sekadar mencintai. 

Kemudian, pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak pembaca dan penonton adalah apa yang dimaksud perahu kertas sebagai simbol cerita dalam film dan novel ini? 

Saya coba memaknai simbol tersebut, yang dimaksud perahu kertas adalah seorang individu yang mungkin saya diintrepretasikan sebagai Kugy, atau siapapun. Kemudian laut biru yang sering diimajinasikan dalam prolog film dan novel "Dee" adalah kehidupan yang dijalani. Kdang memang kita bisa menganggap bahwa hidup kita seperti air yang mengalir. Keluar dari mata air, Melewati batuan, mengaliri sungai, dan bermuara di lautan.

Hanung Bramantyo bersama Dee dan Titi DJ ikut ambil peran dalam film ini. Penasaran mereka bermain sebagai apa? Langsung saja lihat filmnya ya.

“Hai Nus, manusia satu itu muncul lagi. Apa kabar ya dia? Tunggu perahu kertasku ya.. cerita ini belum usai…,” (Kugy)



continue reading Perahu Kertas, The Movie of Friendship, Love, and Passion

Jumat, 17 Agustus 2012

Cycling Around The Village

Sepeda adalah kendaraan vital di Pare. Setiap orang bangga mengendarai sepeda dalam menjalani keseharian. Kemanapun mereka pergi, sepeda menjadi kendaraan pavorit dan gaya hidup. Baik orang tua, maupun anak muda.

Di Pare banyak sekali tempat penyewaan sepeda. Biasanya untuk para pelajar yang kursus menyewa sepeda untuk jangka waktu seminggu, dua minggu, ataupun sebulan. Biasanya rata-rata per bulan untuk sewa sepeda Rp50.000, per hari bisa Rp5.000, dan seminggu bisa mencapai Rp15.000

sepeda yang disewakan pun bermacam-macam, mulai dari Sepeda Gunung, Sepeda Fixie, Sepeda Mini, Sepeda Kuno - Seperti Ontel. Kita bisa memilih sesuai dengan minat kita. prosedur yang harus dilakukan oleh penyewa biasanya adalah menyerahkan Kartu Identitas, Seperti SIM, KTP, KTM (bagi mahasiswa).


Fun bike

Banyak tempat-tempat yang bisa dikunjungi dengan bersepeda di Pare, letaknnya yang dekat dengan Situs Bersejarah, seperti Candi Surowono. Jadi kalau mau jalan-jalan banyak pilihan. Kita juga bisa bersepeda keliling desa yang penuh dengan persawahan, dan pemandangan gunung di berbagai penjuru arah. 

Sambil bersepeda juga kita mengajak teman-teman untuk ikut bersama. Semakin banyak teman, semakin ceria suasana. Biasanya sehabis bersepada, tidak salah untuk mencoba berbagai jajanan khas Kampung Pare, seperti Ketan Susu dan Dawet Ireng.

Kegiatan bersepada seringkali ramai dilakukan pada sore hari sehabis aktivitas kursus, juga di akhir pekan untuk menghabiskan waktu liburan di sela-sela aktivitas yang sibuk.


Jalan yang lowong di kampung Inggris, Pare



Arah menuju Alun-alun Pare
continue reading Cycling Around The Village

Minggu, 27 Mei 2012

When I Left My Heart on Maddi Jane



Siapapun yang nonton video Maddi Jane, pasti terpikat dengan suara dan caranya bernyanyi yang khas, awesome ! So, who is Maddi Jane ?


Maddi Jane adalah penyanyi remaja berbakat. Umurnya masih 13 tahun, still too young to be a superstar. Lahir pada 4 September 1998. She was a little girl but she have amazing voice.  Not only does she have an amazing voice but she’s also very pretty


Dia tinggal dan bernyanyi di Chicago, IL. Pada 3 Juni 2011, ia menempati peringkat keempat pada deretan artis pendatang baru dalam daftar artis Billboard . Videonya di Youtube telah disaksikan 17 juta kali, maka pasti ada yang istimewa dari talenta yang dimiliki gadis berusia 13 tahun ini. 


Saat ini dia bakalan rekaman lagu aslinya dan tetep nge-cover lagu-lagu dengan gayanya sendiri. So, penggemar Maddi Jane ini gak sabar buat lagunya yg terbaru. Kalo mau ngunjungi web resminya ada di : http://www.maddijane.com and her youtube page is: http://www.youtube.com/user/maddijanemusic 




Gadis berbakat ini sudah menunjukkan kepiawaiannya sejak kecil, bernyanyi seperti menjadi hal yang menyenangkan baginya. Hal itu dapat dilihat setelah mengupload lagu-lagu cover version dari artis-artis terkenal seperti Bruno Mars, Taylor Whift, Adele dan Jessie.


Maddi pernah diundang menjadi tamu pada Ellen DeGeneres Show. Dalam acara itu, Maddi menyanyikan sebuah lagu berjudul "Breakeven". Penonton sangat terpukau dengan penampilannya.




Karena popularitas onlinenya, nama Maddi masuk ke dalam daftar peringkat Billboard 50. Orang-orang yang terdaftar dalam Billboard 50 dihitung dari popularitasnya dalam beberapa situs jaring sosial seperti YouTube, Vevo, Facebook, Twitter, MySpapce dan ilike. Saat ini Maddi Jane berada di posisi ke 41, diatas beberapa nama musisi dunia terkenal sepeti Enrique Iglesias, Jennifer Lopez, Michael Buble, dan Avenged Sevenfold.


Selain membuat komunitas penggemar secara online, Maddi juga meminta para penggemarnya mengirimkan surat ke alamat P.O. Box nya di Nashville.



continue reading When I Left My Heart on Maddi Jane

Rabu, 23 Mei 2012

A Separation, The Movie of Injustice



Winner of the Golden Bear in Berlin earlier this year, A Separation, indicates that incident is in a family taboo. Divorce that should not happen is in a family, instead it becomes a problem for children - less affection. Eventually children live in agony.
This movie tells the story in Iranian family. The wife Simin (Leila Hatami) wants to leave the country with the couple's 11-year-old daughter. The husband Nader (Peyman Moadi) will not grant her the divorce or permission she needs, nor will the judge, who considers their case to be petty. 
Privately, they later agree to separate, their daughter Termeh remaining with the husband in their pleasant apartment in what we assume is an enlightened, middle-class quarter of Tehran. Because the husband's father has Alzheimer's, the family hire a carer called Razieh (Sareh Bayat), a woman they scarcely know, from a poorer part of the city, and who, we later discover, is pregnant.
When an argument over the level of care seems to cause Razieh to miscarry, all parties become suffocated in a legal case. The film develops into a complex moral dilemma that pitches religion against economics, one that brilliantly, and with creeping tension, encapsulates the tussles and fissures in Iranian society.
In this movie, injustice is apparent, where the right is wrong, and wrong is right. However, the question which the sppectators ask is the fate of Termeh, it is unclear until the end of movie. 
In Iran, although this movie invites the pros and cons - rejection movement, A separation remains a good movie serving as a social mirror. In this movie, the value that we could learn is no legal justice for all levels of society.
continue reading A Separation, The Movie of Injustice

Senin, 23 April 2012

The Pickled Cucumber Noodle


In the different  places, tasting food sometimes gives us an exciting sensation. Every regions have typical dish and unique flavour from its culture.

It was a day when I spent my time by eating chiken noodle in Pare. It wasn't same as the  noodle from Jakarta. The texture of noodle was bigger and sweeter than other noodle that I ever ate. The most contrasting from the others was the pickled cucumbers in a bowl - the things that I never seen before.

a portion of chicken noodle in pare is big. It is suitable for the starving people. if you aren't enough by one portion, you will order two portions.

Price of noodle in pare is cheaper than other noodle in Jakarta. You can bought a portion for Rp4000. It is affordable price for student in Pare. And we can make saving from our pocket money. The noodle vendors usually sell in Brawijaya Street. It is near from Pare Hometown.
continue reading The Pickled Cucumber Noodle

Rabu, 11 April 2012

Morning Dew in Pare

It was dissimilar morning in a small village, Pare - the part of Kediri. In the sunny sunday, the kids ran around cheerfully, the mothers went to the traditional market with their handbag, and the vehicles - pedicabs, bicycles, and public transportation - passed back and forth on the Brawijata street. They loaded the street which was not dry yet from its dew that wetted the asphalt last night.

While the sun rises, I went too far in the rush. The sensations was different then Jakarta, my hometown. Although both of them were crowded in the weekend, in Pare, I felt extremely lush. It gave me a big impession and tranquility situation.

This was the only one of my holidays that I had whole the weeks when I studied in Pare. The day when I spent and wasted the times by refreshing - taking excersise, walking around village, and tasting traditional food. Those activities was taken with my friends. The day was meanigful for me who did not settle down in Pare.


One of the symbols in the downtown of Pare - it is Adipura award
when Pare was the one of the cleanest village

Statue of the heroes in the crossroad of Pare

It is me, when was taking a rest after finishing excersise

Traditional market in Tulungrejo, Pare

Real condition in the street traditional market in Tulungrejo, Pare

Tasting traditional food, pecel rice,
with my friends - Maftuhah, Rayyan, Adip, and Arif.


continue reading Morning Dew in Pare

Jumat, 16 Maret 2012

Dibalik Pikiran, Tersimpan Tulisan



 

HISTORY WAS BEGUN WHEN WRITING WAS FOUND. Dahulu sebelum manusia menemukan bentuk tulisan pada peradaban tertua di dunia seperti Mesir, Sumeria, Babylonia, Niniveh, China dan lain-lain, ternyata ide lebih dulu lahir untuk mempertahankan hidup dan menciptakan sejarahnya. 


Mereka melakukan survivalitas dalam bentuk nyata−menuangkan ide dan gagasan dalam lingkup taktis, yaitu perilaku sehari-hari dalam bertahan dari masalah. Hal itu berubah menjadi dokumentasi lantaran mereka ingin membangun wacana dari generasi ke generasi.


Transformasi aksara dalam abjad diberbagai bentuk apapun diawali dari pertalian antara ide dan imajinasi, bagaimana manusia memadukan rasio, kronologis, dan mitos. Mereka berpikir merumuskan gagasan yang disesuaikan dengan konteksnya.


Hal itu dapat dilihat dari rekam jejak sejarah awal ditemukannya tulisan. Kebudayaan menulis bisa ditemukan di daerah Mesopotamia dengan menggunakan bentuk-bentuk segitiga yang terbuat dari tanah liat (milenium ke-4 sebelum masehi), Turkmenistan dengan ditemukannya potongan batu yang digunakan sebagai stempel (4.000 tahun lalu).


Cina dengan media tulang dan tempurung kura-kura (pada masa Dinasti Shang, 1500 tahun SM), Mesir dengan hieroglipnya yang terkenal (3200 tahun SM), dan Lembah Hindustan dengan adanya penemuan 10 skrip di dekat Gerbang Dholavira sebelah utara (5000 tahun SM). Begitu pula ditemukan kebudayaan menulis pada bangsa Phoenicia melalui skrip Proto-Caananite (abad ke-11 SM) dan skrip Tifinagh yang terkenal dengan bahasa Berber.


Sedangkan di daerah Mesoamerica, ditemukan potongan-potongan batu di Veracruz, Meksiko (3000 tahun lalu) dan skrip Zapotec (500 tahun SM). Skrip yang terkenal adalah dari kebudayaan Maya yang menggunakan simbol Syllabic yang mendekati tulisan Jepang (abad ke-3 SM).


Hampir semua fakta penemuan itu berbentuk gambar, bentuk, dan simbol. Kekuatan ide dan imajinasi mendominasi elemen makna yang merupakan tujuan akhir dari bentukan peradaban. Artinya bahwa ruh dari tulisan adalah ide dan gagasan, imajinasi adalah ruang tempat olah pengalaman, kemudian medianya adalah tulisan.


KARENA DASARNYA ADALAH IDE, perlu sekali kita ulur darimana ia berasal. Pada dasarnya ide adalah olah pikiran manusia. Dalam bentuk yang lebih applicable sebenarnya ide adalah solusi, gagasan, dan bisa saja kreativitas yang bermuara pada inovasi. 


Tulisan dan ide merupakan saudara kembar, dikandung bersamaan, lahir dalam satu momentum waktu. Oleh karenanya sulit sekali memisahkan kedua hal itu dalam proses menghasilkan karya yang baik.


Albert Camus dalam novelnya yang berjudul The Plague mengatakan “Man is an idea…” , bahwa manusia adalah ide itu sendiri. Identitas manusia dilekatkan pada ide, karena sejatinya tugas utama adalah berpikir.


Bahan bakar ide adalah informasi, pengalaman, dan pikiran kritis. Perlu diketahui bahwa penjelasan panjang tentang ide sebenarnya hanya berkutat pada lingkup cara manusia berikir –ilmu tentang otak manusia, cara belajar, dan ingatan− serta adaptasi dengan perubahan.  Tentu hal ini mengindikasikan bahwa ide adalah rekonsiliasi yang kontinu.


Orang dengan kemanpuan menghasilkan ide yang cemerlang adalah orang yang melakukan proses itu secara simultan, serta berjiwa kritis, dan senantiasa ingin tahu. Adaptasi tersebut akan membuat satu paduan yang mengarah pada hasil pikiran.


Napoleon Bonaparte mengaitkan ide dengan revolusi, ia mengataka  bahwa “A revolution is an idea which has found its bayonets” . Saya bisa mengatakan bahwa senjata revolusi−dalam bahasa saya adalah perubahan−tidak lain ialah ide.


Itulah kenapa kehidupan dapat bertahan sampai saat ini menurut John F. Kennedy, “A man may die, nations may rise and fall, but an idea lives on”.


Saya simpulkan dengan bahasan sebelumnya bahwa sejatinya tulisan adalah media bagi ide yang dipadupadankan  untuk bertahan terhadap perubahan. 


****


SAYA KAGET MELIHAT SEORANG PEDAGANG KETOPRAK yang sedang membaca buku disela waktu senggang berdagang. Waktu itu saya sedang menyisip disela waktu istirahat siang pada waktu kerja. Singkat cerita saya bertanya kepadanya.


“Pak baca apa kayaknya serius banget?” Tanya saya.
“Baca buku de, buku wirausaha”  Jawabnya.
“Bapak suka baca buku? Untuk apa?” Saya kembali bertanya.
“Iya dek, siapa tau saya bisa ngembangin usaha” ketusnya.


Perbincangan itu berlangsung singkat,  namun sarat makna. Saya sampai berpikir berulang kali, sepertinya teman-teman saya di bangku kuliah dulu kalah dengan tukang ketoprak itu. Ia sangat mengerti bahwa hanya wawasan dan informasi yang dapat membuatnya maju.


Pelajaran lain yang saya simpulkan adalah keinginan belajarnya yang kuat, tidak melihat profesi, dan waktu yang padat. Kegiatan itu ia lakukan terus-menerus ketika saya melihatnya di hari-hari selanjutnya. Sebuah pelajaran yang sangat berharga.


Sampai saat ini saya malu kalau tidak membaca jikalau mengingat si pedagang ketoprak itu. Sebuah pelajaran yang sangat berharga bagi motivasi saya.


UNTUK DAPAT MENULIS DENGAN BAIK KITA HARUS BANYAK BERLATIH. Dulu ketika saya bergabung di LKM. Menulis merupakan makanan pokok sehari-hari. Saban malam saya memikirkan, apa yang bisa say tulis besok? Meski begitu tidak setiap hari saya menyelesaikan satu tulisan−prosesnya bisa sampai 2 hari, 4 hari, atau bahkan bermingu-minggu.


Masa-masa di LKM adalah kenangan saya belajar arti kehidupan. Meski terbilang sulit, saya menghargai benar bahwa pembelajar kadang kala lebih sulit dari dunia pada nyatanya. Keadaan sulit itu membentuk kepribadian saya dan teman-teman yang waktu juga belajar di LKM.


Tapi saya yakin dengan pesan seorang Guru dari Barat “Bad weather left behind good timber”, yang maknanya cuaca yang buruk menyisakan pohon-pohon dengan kulitas terbaik. Generasi yang baik selalu terlahir dari kesulitan dan cobaan yang keras.


Itu sebabnya Jenderal Mc. Arthur berdoa untuk anaknya “Tuhan, berikanlahanak-anak saya godaan dan guncangan karena itu satu-satunya cara agar ia tumbuh menjadi jiwa yang kuat. Hadiahi anak-anak dengan cacian dan umpatan, karena itu bisa mereka rendah hati”.


Maka tak ayal pembelajaran di LKM akan selalu menyulitkan-namun berati, bahkan lebih berat dari kuliah di Fakultas masing-masing.


SAYA DAPAT MENULIS KARENA SAYA SUKA sekali berdiskusi. Saya gemar membaca. Meski saya bukan orang jenius. Hal itu saya lakukan atas dasar kecintaan. Maka jadilah suatu rutinitas atau habit.


Sesering itu saya menulis, sampai pada satu titik, sampailah saya pada suatu pola yang saya rumuskan sendiri dalam membuat tulisan. Saya jadi mengerti pola kalimat, gaya tulisan, serta sajian bahasa. Semua saya dapatkan secara natural. Karena sering berlatih, maka saya merasa menulis itu hal yang menyenangkan.


Saya mengistilahkan semua itu bahwa seorang penulis harus terus berlatih sampai ia menemukan sense−satu kondisi dimana ia bisa menciptakan dunia menulisnya sendiri, dengan kata lain ia haruslah mempunyai karakter.


Sense dalam bentuk lain adalah kepekan dan insting yang melekat erat sekali−seperti nadi, seperti nafas, seperti dara− yang keterkaitannya sangat erat sekali dengan karya-karyanya kelak. 


Tapi diakhir saya ingin menekan proses penting yang tidak bisa lepas kalau kita ingin menulis adalah MEMBACA DAN BERLATIH.



continue reading Dibalik Pikiran, Tersimpan Tulisan