Sabtu, 18 Agustus 2012

Perahu Kertas, The Movie of Friendship, Love, and Passion


“Hai Neptunus, apa kabar di laut biru? Perahu kertas yang kali ini akan membawakanmu kisah tentang perjalanan hatiku…”



Sudah banyak film yang diangkat dari kisah novel, namun tidak semua film membuat kepuasan hati pembaca novel terbalas. Banyak pembaca setia yang mengharapkan film dari novel kesayangannya akan sebagus imajinasi mereka, tapi tidak semua sutradara bisa menjawab penasaran itu. Namun tidak untuk Perahu Kertas dalam imajinasi saya yang cukup puas dengan penyajian sinematografi serta artistiknya.

Film Perahu Kertas diadaptasi dari novel Dewi ‘Dee’ Lestari yang tayang serentak di bioskop pada 16 Agustus.Novel yang terdiri dari 434 halaman tentu saja cukup panjang jika harus dipaksakan menjadi satu cerita film yang rata-rata durasinya 120 menitan. Ketika megetahui bahwa film Perahu Kertas disutradari oleh Hanung Bramantyo, ditambah Dee sebagai penulis skenario, saya yakin bahwa Perahu Kertas dalam medium film akan tetap ‘nikmat, mengalir, dan bermakna’ seperti novelnya. 

Saya rasa tidak salah untuk menontonnya sekedar mengambil jeda diselang Ramadhan yang akan menjelang epilognya. Justru film ini menjadi semakin bermakna, karena saya bisa merasakan nuansa yang benar-benar syahdu. Namun bukan karena suasana film ini bisa menarik, namun karena kualitas pesan yang baik.  

Adegan pembuka cukup memanjakan mata penonton dengan keindahan bawah laut dan deburan ombak. Sesuai dengan novelnya, dikisahkan seorang gadis bernama Kugy (Maudy Ayunda) yang akan menempuh kehidupan barunya sebagai mahasiswa di kota Bandung. Proses kepindahan Kugy dibantu oleh sahabatnya sejak kecil bernama Noni (Syvia Fully). Kugy yang memiliki hobi menulis dongeng memilih kuliah di jurusan Sastra. Oleh Noni dan pacarnya bernama Eko (Fauzan Smith), Kugy dinilai sebagai anak aneh yang memiliki hobi aneh pula, yaitu melipat perahu kertas dengan imajinasinya dan gaya Kugy yang selalu meletakkan jari telunjuk diatas kepala.

Kugy kemudian bertemu dengan sepupu Eko yang bernama Keenan (Adipati Dolken) yang berasal dari belanda dan kuliah di jurusan ekonomi. Salah satu dialog yang menurut saya menarik terjadi ketika Kugy bercerita mengenai rencana hidupnya setelah selesa kuliah di jurusan Sastra.



“Aku kuliah di Sastra. Kemudian lulus dan kerja sampai mapan. Setelah itu aku baru bisa jadi penulis dongeng”.

Tanggapan dari Keenan,”Oh kalau begitu kamu berputar dulu jadi orang lain, baru kamu kembali jadi diri kamu sendiri, begitu?”

Bagi Kugy, impian itu harus dikejar. Tapi ia juga realistis bahwa impiannya yang tak lazim bisa jadi akan membuat hidupnya menjadi sulit. Tapi setidaknya ia masih beruntung dizinkan kuliah di jurusan yang sesuai dengan minatnya. Keenan yang hobi melukis terpaksa masuk jurusan Ekonomi karena paksaan dari sang Ayah. Akhirnya Keenan lari dari rumah dan mengatakan kepada Kuggy di dalam masalah yang dihadapinya bahwa "Menyerah dengan realistis itu bedanya tipis"

Pembaca novel Perahu Kertas tentu tahu bahwa kisah yang dihadirkan Dee berlapis tapi saling terkait. Awalnya saya tidak yakin kisah itu dapat disampaikan dengan cair dalam film. Tapi nyatanya, Hanung berhasil menyampaikan kisah yang berlapis itu dengan apik. Terhalangnya perasaan cinta Kugy dan Keenan karena situasi akhirnya membuat mereka saling menjauh satu sama lain. Kugy mulai menjauh ketika ada sosok wanita bernama Wanda (Kymberly Ryder) yang menyukai Keenan. Keenan pun mengalami konflik dengan ayahnya akibat pilihannya untuk berhenti kuliah dan menekuni dunia melukis.

Dalam rasa kehilangan, Kugy dan Keenan mulai menemukan sosok yang mencintai mereka. Remi (Reza Rahadian) untuk Kugy dan Luhde (Elyzia Mulachela) untuk Keenan. Ketika Kugy dan Keenan mulai mencintai pasangan mereka dalam ‘pelarian’, mereka justru harus dipertemukan oleh takdir.

Perahu Kertas adalah cerita cinta dalam arti yang luas. Kisah cinta antar pasangan manusia yang juga sahabat, dibalut konflik untuk mencintai impian mereka. Berusaha untuk menjadi diri sendiri, mengikuti kata hati, mengejar passion, tanpa harus berubah jadi orang lain untuk sekadar mencintai. 

Kemudian, pertanyaan yang mungkin muncul dalam benak pembaca dan penonton adalah apa yang dimaksud perahu kertas sebagai simbol cerita dalam film dan novel ini? 

Saya coba memaknai simbol tersebut, yang dimaksud perahu kertas adalah seorang individu yang mungkin saya diintrepretasikan sebagai Kugy, atau siapapun. Kemudian laut biru yang sering diimajinasikan dalam prolog film dan novel "Dee" adalah kehidupan yang dijalani. Kdang memang kita bisa menganggap bahwa hidup kita seperti air yang mengalir. Keluar dari mata air, Melewati batuan, mengaliri sungai, dan bermuara di lautan.

Hanung Bramantyo bersama Dee dan Titi DJ ikut ambil peran dalam film ini. Penasaran mereka bermain sebagai apa? Langsung saja lihat filmnya ya.

“Hai Nus, manusia satu itu muncul lagi. Apa kabar ya dia? Tunggu perahu kertasku ya.. cerita ini belum usai…,” (Kugy)



continue reading Perahu Kertas, The Movie of Friendship, Love, and Passion

Jumat, 17 Agustus 2012

Cycling Around The Village

Sepeda adalah kendaraan vital di Pare. Setiap orang bangga mengendarai sepeda dalam menjalani keseharian. Kemanapun mereka pergi, sepeda menjadi kendaraan pavorit dan gaya hidup. Baik orang tua, maupun anak muda.

Di Pare banyak sekali tempat penyewaan sepeda. Biasanya untuk para pelajar yang kursus menyewa sepeda untuk jangka waktu seminggu, dua minggu, ataupun sebulan. Biasanya rata-rata per bulan untuk sewa sepeda Rp50.000, per hari bisa Rp5.000, dan seminggu bisa mencapai Rp15.000

sepeda yang disewakan pun bermacam-macam, mulai dari Sepeda Gunung, Sepeda Fixie, Sepeda Mini, Sepeda Kuno - Seperti Ontel. Kita bisa memilih sesuai dengan minat kita. prosedur yang harus dilakukan oleh penyewa biasanya adalah menyerahkan Kartu Identitas, Seperti SIM, KTP, KTM (bagi mahasiswa).


Fun bike

Banyak tempat-tempat yang bisa dikunjungi dengan bersepeda di Pare, letaknnya yang dekat dengan Situs Bersejarah, seperti Candi Surowono. Jadi kalau mau jalan-jalan banyak pilihan. Kita juga bisa bersepeda keliling desa yang penuh dengan persawahan, dan pemandangan gunung di berbagai penjuru arah. 

Sambil bersepeda juga kita mengajak teman-teman untuk ikut bersama. Semakin banyak teman, semakin ceria suasana. Biasanya sehabis bersepada, tidak salah untuk mencoba berbagai jajanan khas Kampung Pare, seperti Ketan Susu dan Dawet Ireng.

Kegiatan bersepada seringkali ramai dilakukan pada sore hari sehabis aktivitas kursus, juga di akhir pekan untuk menghabiskan waktu liburan di sela-sela aktivitas yang sibuk.


Jalan yang lowong di kampung Inggris, Pare



Arah menuju Alun-alun Pare
continue reading Cycling Around The Village