Perusahaan-perusahaan raksasa Amerika bertumbangan. Semuanya akibat kegagalan sistem kapitalisme liberal (Laissez Faire) menata perekonomian global dengan kebebasan.
Krisis Amerika Serikat bermula dari macetnya kredit perumahan. karena ternyata para pemilik rumah memang tidak mampu membayar cicilan kredit dengan bunga yang sangat tinggi. Hal trersebut merembet ke seluruh sektor perekonomian, terutama sektor keuangan yang mengalami krisis paling signifikan. Lalu kemudian berdampak ke berbagai belahan dunia.
Di Amerika, krisis ini menyebabkan harga rumah turun sampai 16%, angka pengangguran meningkat bersama meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan-perusahaan yang terguncang krisis. Akhirnya penjualan property macet. Berbagai lembaga keuangan raksasa bangkrut, umumnya adalah perusahaan yang terlibat dalam pemberian kredit, penjaminan kredit, dan asuransi kredit perumahan subprime mortgage.
Tapi ketika Maret 2008, The Fed (Federal Reseve, Bank Sntral AS) membantu Bear Stearns, bank investasi di Wall Street, 29 milyar dollar, untuk kemudian dikawinkan dengan JP Morgan (salah satu perusahaan pemberi kredit)untuk dapat terus memberikan pinjaman dan mendongkrak perekonomian Amerika. Akhirnya, banyak pengamat yang meramalkan krisis telah berakhir. Alasannya, meski rendah, toh buktinya ekonomi Amerika masih terus tumbuh.
Sampai 6 bulan kemudian, September 2008, Fanny Mae dan Freddie Mac (Fund Management) tersungkur dan harus disuntik 200 milyar dollar. Lalu disusul bankrutnya Lehman Brothers dan sejumlah raksasa lainnya. Oleh karena itu tampaknya sekarang tak ada ahli yang berani meramalkan sampai kapan krisis ini berakhir. Pada dasarnya, suntikan dana tersebut berfungsi untuk menstabilkan roda perekonomian. Namun nyatanya memperparah keadaan.
Meski pemerintah akan memborong saham bermasalah itu, seperti ditulis Profesor Paul Krugman, pengajar ekonomi Princeton University di The New York Times, 19 September lalu, “Pertanyaannya, apakah itu dilakukan dengan benar?’’. Yang pasti, krisis ini sudah berlangsung setahun lebih dan Krugman menyebutnya sebagai slow motion crisis alias krisis dengan gerak lambat.
Dampak yang ditimbulkannya juga terus menggelembung. Pada Juli 2007, Ketua The Fed, Ben Bernanke, menghitung krisis ini akan menimbulkan kerugian tak sampai 100 milyar dollar. Nyatanya sekarang dibutuhkan dana 700 milyar dollar untuk menjamin kredit macet (bad debt). Beberapa ahli meramalkan jumlah itu akan membengkak menjadi 1 triliun dollar atau lebih.
Laissez Faire dan Krisis Ekonomi
Apa yang terjadi di Amerika ini menjadi pelajaran berharga. Inilah bukti bahwa sistem kapitalisme laissez-faire yang liberal selalu menyebabkan krisis, mulai krisis ekonomi terparah di tahun 1929, sampai krisis lainnya, dan terakhir krisis subprime mortgage ini.
Para ahli sepakat bahwa krisis ini disebabkan tak adanya regulasi yang mengatur pasar saham Wall Street. Pasar dibiarkan mengatur mekanismenya sendiri dengan sebebas-bebasnya. Di dalam ideologi kapitalisme liberal, regulasi adalah barang haram. Oleh karena itu mantera yang harus terus diamalkan adalah deregulasi sektor ekonomi.
Dalam sistem kredit perumahan, misalnya, kredit diberikan kepada orang di luar kemampuannya. Dan itu banyak sekali terjadi. Maka ketika tiba waktunya, terang saja pembayaran kredit itu macet. Parahnya kredit-kredit macet itu bisa menjadi surat berharga-obligasi, bond, surat utang, dan sebagainya-dengan nilai rendah. Ia terjual laris-manis ke mana-mana ke seluruh dunia. Sementara bank mendapat return yang tidak seimbang.
Maka dalam editorial 20 September lalu, koran terkemuka Amerika, The New York Times dengan sangat keras mengecam sistem kapitalisme liberal yang diterapkan pemerintahan Presiden Bush sebagai sumber malapetaka ini. Menurut editorial itu, rakyat Amerika harus diberi tahu kebenaran yang fundamental bahwa krisis yang sekarang menerpa Amerika terjadi sebagai hasil sebuah kesengajaan dan kegagalan sistematik dari pemerintah untuk mengatur dan memonitor aktivitas bankir, kreditor, pengelola dana, asuransi dan pemain pasar.
Kegagalan pengaturan itu, pada masanya, didasari pada kepercayaan suci Adam Smith yang dianut dari pemerintahan Bush bahwa pasar dengan tangan silumannya bekerja dengan sangat baik ketika ia dibiarkan mengatur dirinya sendiri, mengawasi dirinya sendiri. Akhirnya Amerika sekarang harus membayar mahal harga khayalan itu tulis editorial tersebut.
Maka berbagai penjaminan, penalangan, yang sekarang dilakukan pemerintah, menurut editorial tersebut, hanya langkah pertama. Setelah itu, yang harus dilakukan adalah bekerja keras untuk membuat regulasi yang dibutuhkan oleh sebuah sistem keuangan yang terpercaya. Setelah itu, dilakukan pengetatan aturan yang akan meregulasi seluruh kegiatan perekonomian.
Ekonomi Alternatif
Sekarang saja, Indonesia sudah mulai merasakan imbas krisis di Amerika dengan jatuhnya indeks di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Apalagi para pemain di BEJ didominasi asing. Kalau mereka menarik investasi jangka pendek itu karena suatu keperluan di negerinya yang sedang dilanda krisis. Maka kita akan kehilangan sumber modal finansial dan usaha, setelah itu ekonomi akan lesu.
Dialin hal, sistem ekonomi setengah kapitalis yang dianut pemerintahan SBY-Kalla, masih menguntungkan segelintir kaum pemodal besar. Kekayaan mereka melonjak berlipat-ganda. Sementara mayoritas rakyat bertambah miskin. Itu sudah terbukti selama ini dan terjadi di mana saja sistem kapitalisme dipraktekkan, termasuk di Amerika Serikat. Lihat bagaimana rakyat kecil mati terjepit karena berebutan zakat, mati karena kurang gizi atau kelaparan. Itulah yang terjadi selama ini.
Oleh karena itu, Indonesia harus melirik ekonomi alternatif dalam menantang sistem ekonomi global, yaitu ekonomi pengelolaan sumber daya. Melihat dasar filsafat perekonomian yaitu, pemenuhan kebutuhan. Bahwa yang harus menjadi fokus perhatian adalah bagaimana memenuhi kebutuhan dengan pengolahan sumber daya alam secara maksimal. Hal tersebut akan mendorong geliat sektor usaha. Dalam rangka memenuhi kebutuhan dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Sementara sektor finansial yang saat ini mengalami goncangan, kembali difungsikan kembali secara maksimal sebagai penunjang pemberian kredit usaha. Dengan menurunkan suku bunga pinjaman. Bukan memperluas kredit untuk mendorong konsumsi. Jika masyarakt maju karena usaha, kemandirian bangsa akan tercipta. Dan akhirnya tingkat konsumsi masyarakat akan maksimal meningkat.
Membicarakan ekonomi alternatif pengelolaan sumber daya. Maka opsi yang telah berjalan saat ini ada dua, yaitu paham kerakyatan dari mazhab Hatta dan Ekonomi Syari’ah dengan religiusitas bermuamalah. Keduanya memiliki titik temu dalam landasan berfikir ekonomi. Yaitu, keadilan (equality), kekeluargaan (Brotherhood), Kesepahaman (Agreement), dan yang terpenting bukan semata-mata keuntungan (Profit).
0 komentar:
Posting Komentar