Sabtu, 28 Mei 2011

Menulis Feature: Dari Dekat Sekali


Menulis feature itu semudah kita berkata “Aaahhhhhh…..”

Setidaknya saya punya alasan sendiri jika feature jadi primadona dalam beberapa hal di organisasi ini. Ada dua alasan. Alasan pertama cukup rasional, karena feature mampu memikat pembaca untuk hanyut sampai ke bagian paling dalam, paling penting dari tulisan kita. Alasan kedua hanya main-main saja, karena feature cukup membuat saya enjoy menulis. Selepas mungkin. Tapi mengapa banyak yang sulit menulis feature ?
   
Menulis feature membutuhkan imajinasi yang sangat kuat dan detail. Karena itulah sebelum menulis feature, seorang reporter harus teliti terhadap objek liputan. Ketelitian harus dibarengi dengan kejelian. Karena kalau saja orang teliti, namun tidak jeli, yang terjadi liputan tidak akan efektif memilah fakta. Mana yang penting, dan yang buang-buang tenaga. Jeli itu perlu insting. Itu dibangun dari sikap kritis.
   
Dari proses liputan pada KREATIS, saya kira kendala kita ada pada kejelian dan ketelitian yang dianggap remeh. Disepelekan. Sehingga proses menulis jadi terganggu kekurangan banyak data yang tertinggal. Harus terjun kembali. Itu juga terhambat banyak kendala. Dari yang sifatnya pribadi, sulit mengatur waktu. Sampai kepada kendala birokrasi. Molor izin wawancara. Tidak bisa menemui nara sumber yang tepat.
   
Tapi kalau boleh jujur, realitasnya memang seperti itu. Di dunia nyata, semua hal mesti menemui kesulitan. Karena kita tidak bebas keinginan. Ada benturan disana-sini. Itulah masalah hakikinya. Semua ada resikonya. Hal yang bisa membuat kita bertahan adalah kuatnya kemauan. Kuatnya motivasi. Dan kuatnya tekad. Ini semua bisa diasah, kalau kita memikirkan hal positif atau keuntungan melakukan liputan.

Menulis Feature dari Dekat
   
Saya akan memulainya dari sisi bagian. Feature meiliki 4 (empat) bagian: Judul, Lead, Tubuh dan Ekor (ending). Semua harus diolah sedemikian rupa. Semenarik mungkin. Usahakan semua bagian berjalan terpadu. Saling melengkapi, dan yang paling penting adalah jangan bertele-tele pada cerita yang tidak penting. Sehingga hal itu mengaburkan inti feature yang anda tulis.
   
Feature berdurasi panjang, biasanya mencatat bermacam-macam fakta tentang pokok persoalan yang diamati. Setiap potong informasi sama halnya dengan sebenang “tali” dalam bagian besar yang dirajut untuk membuat “bahan” yang kuat, bagus, dan cantik.  Bahan itu adalah sebuah cerita dalam feature. Diantara sejumlah “tali” itu perlu ada transisi, yaitu “rekatan” yang membuat “tali” menjadi keseluruhan cerita yang menyatu. Tidak terpotong-potong. Atau menjadi bagian lain yang sama-sekali tidak ada hubungannya apa yang dibahas.
   
Goenawan Mohammad dalam buku Seandainya Saya Wartawan Tempo mencirikan transisi bisa berwujud satu kata, rangkaian kata, kalimat, atau mungkin paragrap. Ia punya dua tugas:

  1. Memberitahu pembaca bahwa anda pindah ke materi lain
  2. Meletakkan materi yang lain itu pada perspektif yang selayaknya

Penulis harus bisa memadu fakta-fakta menjadi pemaparan pendek-pendek yang satu sama lainnya direkatkan menjadi satu cerita.
 

Contohnya:

Para bikers telah memenuhi Lapangan Banteng sejak pukul 05.30 pagi, mereka berjumlah 300 orang yang tergabung dalam berbagai komunitas sepeda yang berdomisili di Jabodetabek. Mereka sengaja datang untuk meramaikan HUT Poligon yang ke-6. 
Selama berjalannya acara (ini transisi), HUT polygon yang ke-6 dimeriahkan oleh berbagai kegiatan, mulai dari art fermonce, sepeda hias, sampai stand komunitas yang dibuat oleh masing-masing kolompok pecinta sepeda.

Dari Judul sampai Ekor (ending)

Sampai disini, anda sudah mempunyai unsur-unsur lengkap untuk menulis feature, judul dan lead adalah kepala, struktur adalah kerangkanya, sementara ekor (ending) adalah penutup. Dan transisi adalah tali sendi yang mengikat unsur-unsur menjadi satu.
   
Penulis harus memakai teknik untuk menjaga agar semuanya berada pada garisnya yang padu. Meskipun banyak teknik yang membicarakan itu, tapi setidaknya Goenawan mohammad kembali menjelaskan dalam bukunya Seandainya Saya Wartawan Tempo.
  1. Spiral. Setiap alinea menguraikan lebih rinci persoalan yang disebut alinea sebelumnya
  2. Blok. Bahan cerita disajikan dalam alinea-alinea yang terpisah, secara lengkap. Catatan: bila alinea terlalu panjang, potong saja menjadi beberapa bagian kecil.
  3. Mengikuti Tema. Setiap alinea menggarisbawahi atau menegaskan judul dan lead-nya

Usahakan untuk selalu membuat kalimat yang pendek dan tulisannya singkat serta sederhana. Untuk itu anda memulai menulis dengan berppikir sederhana, sehingga apa yang anda tulis, meskipun sulit tidak menjadi rumit bagi pembaca. 

Judul dan lead, harus menarik. Dalam istilah lain buatlaj dulu yang jenaka. Khusus untuk feature biasanya judul bersifat isitlah dalam konotasi tanda kutip. Atau punya istilah sendiri. seperti contohnya: Kejarlah Daku Kau Kusekolahkan karangan Alfian Hamzah yang menceritakan perang gerilya di Aceh. Isitlah disekolahkan berarti dibunuh, agar orang GAM mengerti untuk tidak boleh melawan.

Contoh lain pada judul bersifat hal yang sepele namun mengundang tanya banyak orang. Seperti yang pernah dibuat oleh Budi Setyarso dengan judul Roger Roger Intel Sudang Terkepung. Judul tersebut berhasil meraih pengahrgaan karya jurnalisme terbaik.

Sedangkan lead, berfungsi untuk menarik pembaca dan membuka jalan bagi cerita dalam feature. Ada 9 teknik kategori lead. Lead ringkasa. Lead bercerita. Lead deskriptif.  Lead kutipan. Lead bertanya. Lead menuding. Lead menggoda. Lead nyetrik. Lead kombinasi. Dalam sekian banyak itu anda harus benar-benar jeli memilih lead sesuai dengan daya dukung tema feature anda.

Tapi ada hal lain yang perlu anda tahu, ada jenis feature yang tidak menggunakan lead. Itu untuk karakter feature yang sangat panjang. Digunakan untuk indepth reporting dan investigative. Tidak mengurangi nilai suatu feature. Karena pembaca tidak ditujukan untuk langsung mengerti. Tapi mendalami isi tulisan. Sampai habis.

Tubuh dan Ekor. Tubuh dalam berita sering diharuskan menggunakan piramid terbalik. Tapi tidak untuk feature. Karena semua bagian penting untuk dinikmmati sebagai sebuah cerita. Jadi cobalah untuk bertahan dalam narasi yang baik. Agar mudah melakukan dikotomi cerita menjadi alur yang rapih. Buatlah pembabakan. 

Pembabakan pada dasarnya adalah memudahkan kita berimajinasi dalam satu ruang yang fokus. Seperti anda mengikuti sebuah cerita dalam sinetron yang dibagi dalam beberapa episode. Pembabakan biasanya dibuat untuk tujuan agar anda mudah membuat alur cerita. Selain itu pembabakan menyelamatkan anda dari beban menulis feature dengan 20 ribu karakter. Itu akan lebih meringankan.

Ekor atau ending. Tidak muncul tiba-tiba. Sebab mulanya ia ada karena cerita sebelumnya. Kenapa perlu ending ? karena sebuah cerita butuh penyelesaian, atau klimaks. Ada emosi yang harus disentuh pada akhirnya. Sehingga feature terkesan lebih menarik. Beberapa jenis penutup:
 
Penutup ringkasan. Penutu ini bersifat ikhtisar, hanya mengikat ujung-ujung bagian cerita yang lepas-lepas dan menunjuk kembali ke lead.

Penyengat. Penutup yang mengagetkan bisa membuat pembaca seolah-olah tergolak. Penulis hanya menggunakan tubuh cerita untuk menyiapkan pembaca pada kesimpulan yang tidak terduga-duga.
 
Klimaks. Penutup ini sering ditemukan pada cerita yang ditulis secara krologis. Dalam hal ini ending adalah puncak dari cerita. Kalimat yang sering menjadi andalah disini adalah “Pada akhirnya….”

Kisah Pak Sukirman
 
Setelah anda memiliki alat-alat dasar untuk membuat feature, mari kita belajar menulis feature dari kejadian ini: Dalam perjalanan sepulang dari kuliah. Anda seringkali melewati sebuah taman di pinggir kota. Sebut saja Taman Kejora. Sesaat turun dari angkot. Kebetulan anda pulang larut malam. Sekitar pukul 21.00 setiap hari karena harus mampir di organisasi. Mengerjakan beberapa tugas atau mengikuti kegiatan.
   
Sambil berjalan menuyuri taman itu, anda membeli gorengan yang di jual penjaja kaki lima. Demi meredam suara perut yang keroncongan. Diselang obrolah ringan, anda menghabiskan gorengan yang dibeli barusan. Sejenak anda menoleh ke tengah taman dan melihat seorang lelaki tua menyapu dan membersihkan sampah yang terserak.
   
Rasa penasaran itu kemudian membuat anda bertanya kepada penjaja kaki lima tentang lelaki lelaki tua yang menyapu taman. 
Pak, apa kenal dengan lelaki tua itu ?
Itu sih pak Sukirman de, penjaga Taman Kejora
Ohh, begitu ya pak…
   
Kemudian tiba-tiba anda teringat dengan tugas yang anda kerjakan terkait kegiatan diorganisasi. Membuat liputan tentang Taman Kota. Sontak anda berpikir, ini adalah suatu kesempatan emas.
   
Tanpa pikir panjang, anda langsung mendatangi pak Sukirman, penjaga Taman Kejora. Kemudian mulai menyapanya pada pukul 09.30. anda memperkenalkan diri sebagai seorang mahasiswa yang ditugaskan untuk meliput Taman Kota dalam rangka penelitian.
   
Singkat cerita, anda meminta informasi tentang banyak hal seputar Taman Kejora dari tema liputan yang sudah ditentukan.
Taman ini kotor, dan petugas balai kota tidak pernah membersihkannya. Maka saya berpikir harus ada orang yang membersihkannya. Dan saya mulai dari pribadi saya

Nah, anda telah bertemu orang yang tepat untuk memandu liputan anda. Karena anda pikir Pak Sukirman adalah orang inti yang bisa menjelaskan segala hal, dan dia adalah pelakunya sendiri. Kemudian anda mulai berbicara tentang kesediaanya menjadi tokoh dalam cerita feature anda.
   
Lalu Pak Sukirman menolak “Saya tidak ingin dimuat di majalah, karena saya takut orang lain jadi mengira saya pamrih, dan privasi kepribadian saya tidak terjaga. Saya malu” begitu argumennya.
“Saya maklum,” kata Anda. “Tapi saya harap bapak bisa berpikir kembali, karena masyarakat perlu mengembangkan semangat seperti itu, dan bapak menjadi teladan. Mungkin akan banyak nanti yang mulai bangga pada lingkungan mereka, dan mulai melakukan pekerjaan untuk kepentingan masyarakat, turut membersihkan lingkuangan taman ini juga”

Kemudian pak Sukirman mempertimbangkan alasan anda, bimbang sebentar, galau terlihat, tapi akhirnya setuju.

Kalau engkau pikir ada manfaatnya, baiklah… ujar pak sukirman
Tentu !! anda jawab.

Lalu anda mulai bekerja dengan bertanya nama, umur, dan tempat tinggal. Bertanya tentang keluarga. Dan kisah kenapa pak sukirman bisa menjadi penunggu taman kejora. Apa alasannya belliau mau melakukan tugas membersihkan sampah. Serta bertanya tentang seluk beluk taman ini, apa saja aktivitas yang biasa dilakukan di taman ini, serta hal-hal penting yang pernah terjadi di taman ini.
   
Keterangan-keterangan beliau kemudian dirangkai kedalam bentuk outline agar menjadi alur cerita yang baik. Menentukan fokus dan hipotesis. Setelah itu anda berpikir untuk mulai melihat sisi-sisi yang kurang, baik data maupun fakta, itu yang kemudian jadi bekal penelusuran selanjutnya.
   
Anda memulai penelusuran dari tingkat bawah samapi level paling atas. Tingkat bawah dimulai dari orang-orang yang ada di taman. Penunggu, pengunjung, pedagang, dan petugas. Yang anda tanyakan pastilah seputar taman. Agar tidak kemana-mana. Arahkan pada dua hal, masalah dan keunikan. Itu saja.
   
Tingkat menengah anda harus meminta penilaian seorang pakar yang terkait dengan informasi yang anda dapat dari orang-orang disekitar taman itu. Sifat pertanyaan lebih general. Ideal atau tidak ideal. Dan tingkat level paling atas adalah birokrasi pemerintahan. Dimana anda harus mengkonvirmasi semua data dan fakta yang didapat dari lapangan. Ini terkait informasi yang tidak ideal. Bagaimana tanggapan pemerintah serta solusinya.
   
Kesemuanya itu anda kemas lagi dalam tulisan. Tapi sebelum menulis anda terlebih dahulu pada outline yang pernah dibuat pada awal perumusan. Catat informasi yang kurang disana. Luruskan menjadi alur cerita. Tarik pokok ceritanya. Buat menjadi pembabakan. Ada empat sejata yang terus harus dipegang, yaitu: FOKUS, NARASI, ANEKDOT, dan KUTIPAN. Saya jelaskan beberapa. Ankedot maksudnya anda harus bisa membuat lelucon. Dan kutipan maksudnya adalah kata-kata atau statemen dari nara sumber. Ini harus diolah seimbang dengan narasi. Dan fokus menjadi benang merahnya.
   
Selamat menulis…..!!!
   

0 komentar:

Posting Komentar