Senin, 11 Mei 2009

Jurnalisme Ilmiah


Prolog ringkas tentang jurnalistik ilmiah cukup diwakili bahwa ini adalah suatu hal yang baru, bahkan satu-satunya di Indonesia. Karena setelah saya cek ulang dari beberapa literatur buku dan dunia virtual memang belum ada definisi secara khusus mengenai tema diatas. Saya baru diilhami saat melakukan perenungan setelah mempelajari mitologi ilmiah dan materi jurnalistik secara terpisah dengan konsep hibridasi cultural studies.

Ternyata keduanya punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ibarat menimbang sesuatu, hal yang perlu diperhatikan adalah takaran yang diasimilasikan dengan kontens. Dalam mitologi ilmiah, gagasan dikemas amat struktural, bahkan dilarang keras untuk melanggar aturan main sistematika penulisan baku. Setiap delik plotnya sudah diatur dan ditetapkan sebagai kaidah umum.

Belum lagi, dialektika intelektual di ruang penalaran ilmiah yang sedikit kaku, sakral dengan sistematika yang memenjara alternatif lain diluar mazhab ilmiah struktural, bahkan sesekali menimbulkan efek jenuh bagi setiap penganut dan pembacanya. Walaupun selentingan tersebut tidak sepenuhnya benar, ada sedikit ilham yang dapat diambil terkait mitologi ilmiah dan alternatif dalam merespon paradigma tersebut dengan dinamis, luwes, dan efektif.

Hal lain yang fundamental dalam kaitannya dengan hibridasi ranah ilmiah dan jurnalistik adalah aspek praksis. Belum terdapat suatu mekanisme tentang disiplin ilmu teknis lapangan pada mitologi ilmiah. Contohnya, dalam bab metodologi penulisan, pokok bahasannya meliputi Metode Penulisan (pengolahan data dan sumber), tempat pelaksanaan, dan waktu penulisan. Sementara, bagaimana caranya belum dibahas secara spesifik oleh mitologi ilmiah. Contoh, teknik observasi, teknik investigasi, dan analisis sosio-ekologis objek penelitian.

Sementara dunia jurnalistik memberikan rangkaian pelengkap dalam menjawab kekurangan tersebut. Teknik wawancara untuk observasi lapangan, investigasi untuk pendalaman masalah pada objek penelitian, teknik pengembangan dan pendalaman isu untuk merangkai gagasan dalam pembahasan, dan teknik reportase untuk menunjang analisis sosio-ekologis objek penelitian. Disamping itu, jurnalistik juga berguna dalam membantu mencarikan informasi tentang isu yang sedang berkembang.  

Catatan penting lainnya bahwa setiap ide dan gagasan yang menilik suatu permasalahan untuk dilerai secara lebih menarik dan efektif agar masuk dalam peminatan pembaca. Hal tersebut penting, karena transfer gagasan meliputi paradigma yang membentuk harus mempertimbangkan keseluhan ide dikemas secara utuh dan tidak menjenuhkan. Bahasa jurnalistik biasanya sedikit lugas, variatif, dan sedikit provokatif. Dengan begitu muatan ilmiah yang dikemas dalam bahasa jurnalistik dapat lebih diterima masyarakat umumnya.

Dari beberapa argumentasi tadi, saya merumuskan sebuah hibridasi konseptual lintas dimensi antara jurnalistik dengan mitologi ilmiah, maksudnya ada proses penciptaan atau replikasi bentuk mutan lewat perkawinan silang yang menghasilkan entitas campuran, tidak lagi utuh dan kemudian membentuk wujud baru. Tetapi tetap menyisakan sebagian identitas diri dari dua unsur yang dikawin-silangkan. Hal itu bernama jurnalistik ilmiah.

LKM Dan Peralihan Dinamis


Semenjak didirikan, LKM mengalami berbagai perubahan. Diskusi menjadi kajian, penulisan meluas dalam beragam bentuk (fiksi dan non fiksi), retorika menjadi public speaking. Artinya kita sadar bahwa peralihan adalah sebuah keharusan untuk menjunjung perubahan yang dinamis. Agar tidak punah kemakan orientasi zaman, lebih adaptif melawan persaingan, dan menjadi asa bagi kemajuan masa depan.

Tidak ada salahnya saya menyarankan untuk menjamah bentuk baru ke ranah jurnalistik ilmiah dari tahun ini kedepan. Bentuk konkretnya adalah jurnal ilmiah yang bercermin pada balairung UGM. Beberapa alasan lain yang mungkin dapat menjadi pertimbangan. Pertama, secara tidak langsung kegiatan umum LKM bersinggungan dengan ranah jurnalistik, contohnya KREATIS dengan investigasinya, Public Speaking dengan Teknik Reportasenya, dan kajian dengan bahasan isu yang aktual media masa.

Kedua, khususnya dalam konotasi penulisan mencakup ranah yang cukup luas dan etis untuk dikaitkan dengan dunia jurnalistik. Kita terlalu sempit memaknai dunia dengan paradigma yang biasanya  ada, jarang melihat jauh keluar konteks (out of the box). Penulisan bukan hanya esai dan karya tulis (non fiksi), tapi luas seperti tajuk, berita, resensi, dan feature. Sementara untuk fiksi diantaranya cerpen, novel, dan puisi.

Jurnalistik ilmiah mengarahkan konsistensi LKM dimasa depan, sebagai organisasi yang harus tetap hidup dengan kualitas tinggi. Kajian kita seringkali menguap tanpa wujud, sehingga tidak ada jejak sejarah masa depan untuk direfleksikan. Dengan begitu dianggap perlu menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah media alternatif, dengan mengagas jurnal LKM yang memuat ilmu pengetahuan sebagai kekuatan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat seperti diungkan oleh Francis Bacon.

Tantangan Informasi


Selanjutnya yang harus dipersiapkan adalah penguatan internal terkait masalah kecemasan informasi pada LKM sendiri. Sebab, cerminan Jurnal Balairung UGM dapat dikatakan mumpuni dari segi kualitas. Mereka dapat merubah wacana menjadi wawasan. Dapatkah kita bersaing dan kemudian mengungguli ranah pemikiran konco-konco balairung UGM. Tergantung kerja keras kita berusaha.

Menurut Alwin Dahlan, kecemasan informasi merupakan sikap pasif dari tantangan perubahan yang dinamis. Bentuk konkretnya dapat berupa. Pertama, sikap ketidakberdayaan menghadapi informasi, hal ini diakibatkan oleh lemahnya analisis, bingung menghadapi serangan informasi yang bertubi sehingga sulit mencari prioritas yang akhirnya tidak berbuat apa-apa, atau kurang wawasan sehinga sulit melakukan sistesis lintas diskursus. Kedua, kecemasan akan kekurangan informasi. Hal ini berkaitan dengan sumbe-sumber informasi, jauhnya kita mempengaruhi daya kritis.

Ketiga, kekurangan tentang makna dan nilai informasi. Pandangan yang sempit tengang arti sebuah fenomenologis seringkali berbenturan dengan paradigma umum, akhirnya substansi ideal tidak telihat begitu jelas, dalam arti takut berbeda karena tabu dengan nilai dan norma seharusnya. Keempat, kecemasan terhadap teknologi informasi, hal ini berkaitan dengan penggunaan sarana informasi virtual. Channel pendukung dan komunitas pengetahuan. 

Terakhir, dalam konsepsi optimistis, bila fakta adalah pernyataan. Maka yang dimaksud dengan penjelasan fakta adalah makna pernyataan yang mengarah pada kesiapan kita melawan tantangan informasi, merobek kecemasan dan mengubahnya menjadi kerja keras. Semoga faktanya menjadi suksesi bersama. Membuat jurnal mahasiswa ala LKM UNJ dengan kekhasan alitik ilmiahnya.    

0 komentar:

Posting Komentar